Gerakan Coblos Semua, Bentuk Perlawanan Warga Jakarta di Pilkada 2024

Jakarta, Gatranews.id – Kolumnis Ady Amar mengatakan, segala upaya untuk merampas keikutsertaan Anies Baswedan dalam Pilkada DKI Jakarta 2024 telah berhasil dilakukan.
Anies, yang dicintai oleh banyak warga Jakarta, kini dibuat tidak bisa berlaga meskipun elektabilitasnya tinggi, jauh melampaui pasangan calon gubernur lainnya.
“Meski elektabilitas Anies tinggi, jauh melampaui pasangan calon gubernur yang diusung KIM Plus—koalisi partai-partai minus PDIP yang direstui istana lama dan baru—juga Pramono Anung-Rano Karno pasangan yang diusung PDIP. Pasangan ini belum masuk radar bisa dilihat elektabilitasnya. Pramono Anung pun disebut calon yang direstui istana,” tulis Ady Amar.
Ady juga mengamati kemunculan pasangan independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, yang menurutnya tidak dianggap sebagai ancaman serius bagi pasangan Ridwan Kamil-Suswono dari KIM Plus.
“Pasangan ini sepertinya akan melenggang mulus sesuai harapan istana,” lanjutnya.
Ady Amar mengkritik keras skenario yang berhasil menghentikan Anies agar tak ada partai politik yang berani mengusungnya.
“Anies dihentikan dengan cara menyelisih demokrasi dengan tak menganggap mayoritas suara konstituen Jakarta, yang menghendaki ia memimpin Jakarta untuk periode ke-2 nya. PDIP pun ‘dipaksa’ untuk tak coba-coba nekat mengusungnya. Lalu Pramono jadi pilihan,” tegasnya.
Menurut Ady, perlakuan yang tidak adil terhadap Anies memicu perlawanan dari konstituen Anies, yang kemudian melahirkan “Gerakan Coblos Semua”.
Ia menjelaskan bahwa gerakan ini adalah bentuk protes warga Jakarta terhadap pasangan calon yang dinilai hanya menjadi pilihan penguasa.
“Melihat Anies diperlakukan dengan tak sepantasnya memunculkan konstituennya melakukan perlawanan dengan caranya. Muncul ‘Gerakan Coblos Semua’. Itulah protes. Bentuk perlawanan warga Jakarta memilih dengan tidak memilih ketiga pasangan yang dimunculkan,” ungkapnya.
Polling dari berbagai lembaga media, menurut Ady, menunjukkan bahwa lebih dari 70% responden memilih untuk tidak memilih atau mencoblos semua.
“Pemilih polling itu tentu tidak semua warga Jakarta, tapi diikuti juga warga luar Jakarta. Menandakan pilkada Jakarta jadi perhatian warga seluruh negeri. Apa yang dirasakan warga Jakarta terhadap Anies, itu juga dirasakan warga seluruh negeri. Menandakan spektrum cakupan Anies tidak hanya sebatas Jakarta,” jelas Ady.
Ady Amar juga memperingatkan bahwa gerakan “coblos semua” ini mungkin akan menyebar ke provinsi lain, bahkan ke tingkat kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
“Kemarahan mayoritas warga Jakarta diekspresikan lewat perlawanan gerakan coblos semua. Itu sama dengan tidak memilih ketiga paslon yang ada. Mencoblos semuanya itu tanda ketidakpercayaan pada paslon yang diusung partai politik yang ada,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ady menegaskan bahwa meskipun rezim berhasil menghentikan Anies dari Pilkada, mereka tidak dapat menghentikan gerakan ini.
“Rezim menghentikan Anies mengikuti Pilkada DKJ, itu berhasil dilakukan. Anies menjadi tak bisa berlaga. Namun rezim mustahil bisa mencegah bergulirnya gerakan coblos semua. Rakyat berhak tidak memilih pasangan calon gubernur yang bukan pilihannya. Itu pun hak konstitusional,” tambahnya.
Pilkada DKI Jakarta dengan “mematikan” Anies Baswedan juga mendapat sorotan dari media internasional, yang menyebutnya absurd.
“Pilkada DKJ dengan ‘mematikan’ Anies Baswedan itu tengah disorot berbagai media internasional. Menyebutnya absurd. Bagaimana Anies yang punya elektabilitas tinggi tidak ikut berlaga. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jika nantinya gerakan coblos semua, itu yang justru keluar sebagai pemenang pilkada DKJ. Tak mustahil media-media itu akan mengangkatnya jadi berita yang mengundang gelak tawa terbahak,” tutup Ady Amar.