February 6, 2025

Polemik Debt Switch: Strategi Sri Mulyani yang Dituding Langgar Undang-Undang, Diancam Pidana 20 Tahun!

  • January 22, 2025
  • 3 min read
Polemik Debt Switch: Strategi Sri Mulyani yang Dituding Langgar Undang-Undang, Diancam Pidana 20 Tahun!

Jakarta, Gatranews.id – Kebijakan debt switch yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan tengah menjadi sorotan tajam. Langkah yang dianggap sebagai upaya untuk mengelola utang negara yang membengkak ini justru dinilai melanggar Undang-Undang dan dapat membawa konsekuensi hukum serius.

Menurut Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), kebijakan ini secara terang-terangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN).

“Pemerintah tidak boleh melakukan debt switch karena itu melanggar Pasal 1 ayat (2) UU 24/2002 yang menyatakan penerbitan surat utang negara hanya dapat dilakukan di pasar perdana,” ungkap Anthony.

Anthony menjelaskan bahwa surat utang negara yang jatuh tempo seharusnya dibayar menggunakan dana yang telah disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sesuai Pasal 8 ayat (2) dan (3) UU 24/2002. Namun, kebijakan debt switch justru menggantikan utang lama yang jatuh tempo dengan utang baru tanpa melalui pasar perdana.

“Langkah ini tidak hanya melanggar UU SUN, tetapi juga UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang melarang BI membeli surat utang negara di pasar perdana. Ini jelas-jelas merupakan pelanggaran hukum yang serius,” tambah Anthony.

Utang Negara Membengkak

Dalam sepuluh tahun terakhir, utang pemerintah terus meningkat tajam dari Rp2.600 triliun pada 2014 menjadi lebih dari Rp8.700 triliun pada akhir 2024.

Lebih memprihatinkan, bunga utang pemerintah Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan, mencapai 7,2 persen untuk obligasi tenor 10 tahun. Angka ini jauh di atas Malaysia (3,83 persen), Thailand (2,45 persen), dan Vietnam (3,16 persen).

“Risiko utang pemerintah Indonesia sangat tinggi, baik dari sisi kurs maupun gagal bayar,” ujar Anthony.

Anthony juga menyoroti bahwa kebijakan debt switch berpotensi merugikan negara dan melanggar Pasal 19 ayat (2) UU 24/2002 yang mengancam hukuman pidana 10 hingga 20 tahun penjara bagi pelanggar.

“Sanksinya berat, denda hingga Rp40 miliar. Ini bukan hal yang bisa dianggap enteng,” tegasnya.

Sri Mulyani: Upaya Jaga Stabilitas Fiskal

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kebijakan debt switch sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas keuangan negara. Menurutnya, kebijakan ini diperlukan untuk mengelola likuiditas dan mengurangi beban pembayaran utang yang jatuh tempo.

“Kami memastikan semua kebijakan dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Debt switch adalah bagian dari manajemen utang untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan mencegah risiko pembiayaan yang terlalu besar,” kata Sri Mulyani dalam pernyataan resminya.

Ia menambahkan bahwa pemerintah terus berkomitmen pada prinsip tata kelola yang baik dalam pengelolaan keuangan negara.

“Langkah ini tidak hanya membantu meringankan beban APBN, tetapi juga tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku,” tegasnya.

Debat Panjang di Kalangan Pakar

Kontroversi mengenai debt switch memicu perdebatan sengit di kalangan pakar ekonomi dan pengamat kebijakan publik. Sebagian pihak mendukung kebijakan ini sebagai solusi jangka pendek untuk meringankan beban utang negara. Namun, tidak sedikit yang mengkritiknya sebagai langkah yang memperburuk kondisi fiskal.

“Langkah ini seperti menggali lubang untuk menutup lubang. Masalahnya, lubang yang baru ini lebih dalam dan lebih sulit diatasi di masa depan,” ujar seorang pengamat ekonomi yang enggan disebutkan namanya.

Tantangan Pemerintahan Baru

Dengan utang yang semakin menumpuk, pemerintahan baru menghadapi tantangan besar untuk menata ulang kebijakan fiskal. Anthony menyerukan adanya transparansi dalam pengelolaan utang negara.

“Pemerintah perlu membuka semua informasi terkait utang, termasuk strategi pembayarannya. Tanpa itu, kepercayaan publik dan pasar akan semakin menurun,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan fiskal sebelumnya.

“Kita tidak boleh membiarkan kesalahan masa lalu terus berlanjut. Pemerintah harus menunjukkan keberanian untuk mengambil keputusan yang benar, meskipun itu tidak populer,” pungkas Anthony.

Dengan polemik yang terus bergulir, publik kini menantikan langkah pemerintah untuk mengatasi persoalan utang ini. Apakah debt switch akan tetap dilanjutkan, atau dihentikan demi menjaga kredibilitas hukum dan stabilitas ekonomi negara? Waktu akan menjawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *