February 6, 2025

PSN & Pagar Laut: Kekuatan Negara vs Kekayaan Oligarki

  • January 21, 2025
  • 3 min read
PSN & Pagar Laut: Kekuatan Negara vs Kekayaan Oligarki

Jakarta, Gatranews.id – Dominasi oligarki dalam proyek pembangunan kembali menjadi sorotan, terutama terkait reklamasi Teluk Jakarta dan pembangunan pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang.

Dua kasus ini dinilai mencerminkan dinamika relasi antara pengembang besar dan pemerintah, yang kerap menimbulkan konflik tata ruang dan kepentingan masyarakat.

Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana, menyebutkan bahwa relasi antara oligarki dan pemerintah bersifat dinamis, tergantung pada kekuatan regulasi pemerintah dan sumber daya oligarki.

“Ada masa ketika pemerintah mendominasi oligarki, tetapi ada pula masa oligarki lebih mendominasi pemerintah,” ujarnya dalam kajian terbarunya.

Reklamasi Teluk Jakarta: Simbol Pasang Surut Dominasi

Kasus reklamasi Teluk Jakarta menjadi contoh nyata relasi simbiosis antara pengembang dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), pengembang dianggap mendominasi dengan memperoleh izin yang tidak sepenuhnya sesuai aturan. Meski begitu, kebijakan kontribusi tambahan yang diajukan Pemprov DKI menjadi upaya balik mendominasi, namun akhirnya ditolak pengembang.

Berbeda dengan era Gubernur Anies Baswedan yang menghentikan proyek reklamasi secara permanen. Namun, penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di pulau-pulau reklamasi mengindikasikan keberlanjutan aktivitas komersial yang tetap menguntungkan pengembang.

“Tujuan utama oligarki adalah akumulasi dan keberlanjutan kekayaan. Ini terlihat dalam kasus reklamasi, meski proyek dihentikan, keuntungan mereka tetap terjaga,” ujar Siriana.

Pagar Laut Tangerang: Konflik Nelayan dan Pengembang

Pembangunan pagar laut sepanjang lebih dari 30 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang kembali memunculkan konflik. Nelayan setempat mengeluhkan akses mereka terganggu sejak awal 2024, namun protes mereka tidak direspons pemerintah.

Pagar laut yang berada dekat kawasan pengembangan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 ini awalnya disebut sebagai upaya menahan abrasi. Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengungkap bahwa pagar tersebut disiapkan untuk menjadi daratan. Sementara itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyebut telah ada 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di lokasi tersebut.

“Kehadiran pagar laut ini menunjukkan lemahnya birokrasi dalam mengawasi pembangunan. Selain melanggar aturan tata ruang, konflik ruang seperti ini kerap terjadi di Indonesia,” jelas Siriana.

Rekomendasi untuk Pemerintah Prabowo

Siriana memberikan lima rekomendasi untuk pemerintah Presiden Prabowo Subianto dalam menangani kasus ini. Salah satunya adalah pembentukan tim investigasi gabungan yang melibatkan masyarakat dan akademisi. “Pemerintah juga harus segera memerintahkan pembongkaran pagar laut yang dianggap ilegal,” tegasnya.

Ia juga menekankan perlunya transparansi dalam mengungkap aktor-aktor yang terlibat, termasuk pejabat yang diduga menyalahgunakan kekuasaan. “Presiden Prabowo perlu menunjukkan keberpihakan pada keadilan dan masyarakat kecil, seperti yang sering ia sampaikan dalam pidato-pidatonya,” kata Siriana.

Dominasi Oligarki dan Peran Aktor Supra-Power

Fenomena seperti reklamasi Teluk Jakarta dan pagar laut Tangerang disebut Siriana tidak terlepas dari keberadaan aktor supra-power, yakni pejabat dengan kewenangan yang melampaui batas formal. Aktor ini kerap menjadi mediator antara oligarki dan pemerintah.

“Kekuatan sumber daya oligarki memungkinkan mereka memengaruhi birokrasi. Dalam sistem yang korup, aktor supra-power berperan besar dalam memuluskan kepentingan oligarki,” jelasnya.

Menurut Siriana, pemerintah harus memastikan tata kelola yang bersih agar kasus serupa tidak terulang. “Jika pemerintah gagal menindak tegas, kepercayaan masyarakat bisa menurun, dan ini berdampak buruk bagi pemerintahan Presiden Prabowo,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *