PEPS: Putusan MK Buyarkan “Rencana Jahat” Jokowi
Jakarta, Gatranews.id – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan 70 yang diumumkan pada 20 Agustus 2024, telah membuyarkan rencana besar yang diduga dirancang oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menguasai pencalonan kepala daerah di seluruh Indonesia.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyebut rencana ini sebagai “rencana jahat”, bertujuan untuk mengendalikan partai politik besar dan memperkuat kekuasaan koalisi Jokowi melalui kartel politik. Menurut Anthony, Jokowi berupaya menghancurkan dominasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan menghalangi partai tersebut mencalonkan kepala daerah secara mandiri.
“Jokowi mau memborong pencalonan kepala daerah, menghancurkan salah satu partai politik, PDIP, agar tidak bisa mencalonkan sendiri kepala daerah,” ujar Anthony dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (22/8).
Rencana Jokowi juga melibatkan upaya untuk memaksa partai-partai politik bergabung ke dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, sebuah kartel besar yang bertujuan untuk mengontrol pencalonan kepala daerah di seluruh Indonesia.
Dalam perjalanannya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah menyerah, NasDem bertekuk lutut, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sedang dalam proses “digarap” untuk mengikuti jejak partai lainnya.
“PKS sudah menyerah. Nasdem sudah bertekuk lutut. PKB sedang digarap. Cak Imin akan digeser melalui PKB tandingan kalau tidak mau mendukung,” kata Anthony, menggambarkan bagaimana Jokowi berencana untuk memanfaatkan kekuasaan politiknya.
Hanya saja, rencana ini hancur berantakan setelah MK memutuskan bahwa PDIP tetap bisa mencalonkan kepala daerahnya sendiri tanpa harus bergabung dengan kartel Jokowi. Putusan ini juga membuka peluang besar bagi Anies Baswedan, tokoh yang dianggap sebagai ancaman besar bagi Jokowi, untuk mencalonkan diri dalam Pilkada Jakarta dan berpotensi besar memenangkannya.
“Anies Baswedan yang sangat ditakuti oleh Jokowi menjadi ‘hidup’ kembali. Anies sangat berpeluang besar memenangi Pilkada Jakarta,” ungkap Anthony.
Sebagai respons terhadap Putusan MK, Jokowi dan kroninya di Badan Legislasi (Baleg) DPR berusaha untuk segera merevisi Undang-Undang Pilkada. Namun, revisi tersebut dianggap sebagai upaya untuk menganulir Putusan MK dan melanggar konstitusi, sehingga menuai perlawanan keras dari rakyat di berbagai daerah.
Anthony menyebutkan bahwa rakyat di seluruh Indonesia bangkit melawan, dengan beberapa gedung DPRD di daerah rusak akibat amukan massa, termasuk pagar depan dan belakang gedung DPR/MPR di Jakarta.
“Rakyat marah besar,” katanya, merujuk pada penolakan rakyat terhadap rencana pengesahan revisi UU Pilkada yang dinilai sebagai upaya pembegalan konstitusi.
Istana Mengalah, Tapi Rakyat Tidak Lupa
Akhirnya, rencana rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada pada 22 Agustus 2024 dibatalkan. Istana dan kroni Jokowi di Baleg DPR menyatakan akan mematuhi Putusan MK, tetapi menurut Anthony, semuanya sudah terlambat.
“Niat jahat dan aksi kejahatan, mens rea dan actus reus, sudah terjadi, melalui rancangan revisi UU Pilkada yang tidak jadi diundangkan,” tegasnya.
Rakyat, lanjut Anthony, tidak akan melupakan dan memaafkan upaya yang dilakukan Jokowi untuk membengkokkan konstitusi dan memperkuat kekuasaannya.
“Rakyat tidak bisa memaafkan upaya pembegalan dan pembangkangan Konstitusi yang dilakukan Jokowi, dan kroninya, untuk membawa Indonesia ke rezim kekuasaan, yang akan menghancurkan masa depan Indonesia.” tegasnya.
“Rakyat juga menuntut Jokowi mempertanggung-jawabkan semua dugaan penyimpangan kekuasaan yang dilakukannya selama 10 tahun menjabat presiden.” tambahnya.