Para Akademisi Hukum Berkumpul di Bandung, Soroti Kelemahan Putusan Praperadilan Tom Lembong

Bandung, Gatranews.id – Keputusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak praperadilan yang diajukan oleh Tom Lembong telah menjadi sorotan tajam para pakar hukum dan akademisi di Bandung.
Dalam sebuah diskusi panel bertajuk “Praperadilan dalam Penegakan Hukum di Indonesia,” yang digelar di Universitas Padjadjaran (Unpad) pada Kamis (23/01/2025), sejumlah akademisi mengungkapkan berbagai kelemahan dalam proses hukum yang mengiringi kasus tersebut.
Diskusi yang dihadiri oleh tokoh-tokoh penting dalam bidang hukum ini, termasuk Prof Romli Atmasasmita, pakar hukum pidana, dan Prof Nandang Sambas dari Universitas Islam Bandung, juga menghadirkan dua akademisi dari Universitas Padjadjaran, Somawijaya dan Elis Rusmiati.
Mereka secara bersama-sama memaparkan berbagai kekurangan dalam keputusan praperadilan yang dipimpin oleh hakim Tapanuli Marbun.
Pentingnya Relevansi Alat Bukti
Dosen Hukum Unpad, Somawijaya, mengungkapkan bahwa keputusan hakim cenderung menekankan formalitas dua alat bukti, tanpa mempertimbangkan relevansi alat bukti tersebut terhadap tindak pidana yang disangkakan.
Menurutnya, hakim harus lebih mendalami substansi bukti yang diajukan, bukan hanya memenuhi syarat administratif.
“Saya melihat kurangnya pengawasan terhadap proses penetapan tersangka. Hakim dalam kasus Tom Lembong menilai penetapan tersangka berdasarkan ‘potential loss’, yang menurut Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016 tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian negara yang nyata,” jelas Somawijaya.
Somawijaya juga menyoroti adanya prosedur administratif yang tidak sah dalam kasus ini, seperti penahanan terhadap Tom Lembong yang dilakukan tanpa dasar penangkapan terlebih dahulu.
Hal ini menunjukkan ketidakmampuan peradilan dalam melindungi hak asasi manusia, yang seharusnya dijamin oleh lembaga praperadilan.
Hak Tersangka yang Terabaikan
Mantan Dirjen Hukum dan Perundang-undangan, Prof Romli Atmasasmita, turut mengingatkan bahwa setiap tersangka atau terdakwa harus diperlakukan setara di hadapan hukum, dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan.
“Seorang tersangka berhak diperlakukan secara manusiawi dan bebas dari penyiksaan. Mereka harus dihadapkan pada pemeriksaan yang adil dan terbuka untuk umum, dan dianggap tidak bersalah hingga ada keputusan hukum tetap,” tegasnya.
Peran Vital Bukti dalam Praperadilan
Prof Nandang Sambas, pakar hukum dari Universitas Islam Bandung, menekankan pentingnya pembuktian yang kuat dalam perkara korupsi.
Menurutnya, pembuktian dalam praperadilan harus mengedepankan bukti yang relevan dan sah.
“Penyidik harus membuktikan adanya unsur-unsur penting, seperti perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan jabatan, serta kerugian negara,” ujar Nandang.
Ia juga menambahkan bahwa keabsahan dan profesionalisme dalam proses pengumpulan bukti harus diuji dalam mekanisme praperadilan.
Prosedur Pra Peradilan yang Membebani
Dosen Fakultas Hukum Unpad, Elis Rusmiati, turut mengkritik banyaknya kelemahan dalam proses praperadilan.
Menurutnya, salah satu kekurangan yang mencolok adalah pemeriksaan yang hanya dilakukan oleh hakim tunggal.
“Tugas sehari-hari hakim sangat berat, dan jika bertindak sebagai hakim tunggal dalam praperadilan, itu bisa membebani mereka,” ujar Elis.
Elis juga menyoroti waktu terbatas dalam pemeriksaan, yang hanya diberi waktu tujuh hari, serta aturan bahwa pengajuan pra peradilan akan gugur jika pemeriksaan pokok perkara sudah dimulai.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa dalam banyak kasus praperadilan, hakim lebih fokus pada kuantitas alat bukti daripada kualitasnya.
Tantangan bagi Peradilan di Indonesia
Kesimpulan dari diskusi panel ini menyoroti pentingnya evaluasi terhadap mekanisme praperadilan di Indonesia.
Para akademisi menegaskan bahwa peradilan harus lebih memperhatikan perlindungan hak asasi manusia dan menjamin proses yang adil bagi semua pihak yang terlibat.
Meski memiliki peran penting dalam menjaga keadilan, praperadilan masih menghadapi sejumlah tantangan besar yang memerlukan pembenahan agar dapat memberikan keputusan yang lebih berkualitas dan adil.
Dengan berbagai pandangan kritis dari para ahli ini, kasus Tom Lembong kembali membuka wacana penting mengenai bagaimana sistem peradilan di Indonesia harus berkembang untuk memenuhi harapan keadilan yang sejati.