Sertifikat Kepemilikan Pantai dan Laut: Ancaman Privatisasi Bagi Kedaulatan Rakyat

Jakarta, Gatranews.id – Munculnya kasus penerbitan sertifikat kepemilikan laut dan pantai di Indonesia kembali menjadi sorotan. Kejadian ini dinilai sebagai ancaman serius terhadap akses publik dan kedaulatan rakyat.
Kasus serupa pernah terjadi di Madura pada tahun 2023, ketika masyarakat memprotes penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan Pantai Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Sumenep.
Menurut Ida N. Kusdianti, Sekretaris Jenderal Forum Tanah Air (FTA), pengelolaan pantai seharusnya mengutamakan kepentingan publik.
“Pantai adalah tanah milik negara yang tidak boleh diprivatisasi. Pemda dan pemerintah pusat seharusnya memberikan sosialisasi kepada pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif agar tetap memberikan akses bagi publik,” ujarnya.
Ida menyoroti bahwa privatisasi pantai, seperti yang terlihat di kawasan elit Pantai Indah Kapuk (PIK), telah memicu kekhawatiran publik. Ia menilai bahwa penguasaan lahan oleh segelintir kelompok mengesankan bahwa negara lebih memihak oligarki daripada rakyat.
“Kalau seluruh pesisir pantai menjadi seperti kawasan PIK, ini menunjukkan bahwa negara tidak lagi mempedulikan rakyat kecil. Pejabat negara terlihat tunduk pada kepentingan oligarki demi kenyamanan sementara,” tambahnya.
Kasus pemagaran laut di Banten Utara juga menjadi perhatian. Meski Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) sempat menyatakan akan mengkaji ulang proyek strategis nasional (PSN) seperti PIK 2, hingga kini langkah konkret belum terlihat.
Ida menilai, pernyataan tersebut hanya untuk meredam kritik. “Sepertinya pemerintah menunggu rakyat lupa dengan masalah ini,” katanya.
Oligarki dan Monopoli Ekonomi
Ida juga mengkritik pengaruh oligarki yang semakin kuat dalam menguasai sumber daya alam di Indonesia.
Menurutnya, jutaan hektar lahan dan berbagai sektor ekonomi telah dimonopoli oleh segelintir kelompok. Hal ini membuat negara kehilangan kendali atas pasar dan kesejahteraan rakyat terancam.
“Pada masa Orde Baru, seburuk apapun pandangan terhadap rezim tersebut, rakyat masih diberikan lahan melalui program transmigrasi. Saat ini, lahan justru diberikan secara ugal-ugalan kepada konglomerat oleh pejabat pengkhianat,” ungkap Ida.
Ia juga menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas untuk memenuhi janji politiknya.
“Presiden Prabowo harus menunjukkan good will untuk membekukan aset oligarki yang merugikan negara. Jangan sampai PSN dijadikan alat untuk merampas kedaulatan rakyat,” tegasnya.
Pesan untuk Pemerintah
Ida mendesak Presiden Prabowo dan Menteri ATR agar segera mengambil langkah nyata untuk membatalkan PSN PIK 2, yang menurutnya menjadi pusat masalah penguasaan lahan dan perairan.
“Kami akan terus menagih janji Menteri ATR untuk mengkaji ulang PSN ini. Presiden juga harus membawa masalah ini ke rapat kabinet untuk dibahas secara serius,” ujarnya.
Ia juga meminta Presiden Prabowo untuk keluar dari bayang-bayang kepemimpinan sebelumnya dan menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat.
“Keluarlah dari pengaruh oligarki. Rakyat akan mendukung pemimpin yang amanah,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi ujian bagi pemerintah dalam menjaga kedaulatan negara dan kesejahteraan rakyat. Keputusan pemerintah dalam menangani isu ini akan menentukan arah pembangunan yang berkeadilan di Indonesia.