Tingkatkan Daya Saing Industri Kakao di Pasar Global Lewat Strategi Transformasi Rantai Nilai

Jakarta, Gatranews.id – Industri kakao Indonesia berupaya bangkit di tengah tantangan global melalui langkah strategis yang dibahas dalam Lokakarya Nasional bertema “Strategi Transformasi Rantai Nilai Kakao untuk Memperkuat Daya Saing Kakao Indonesia di Pasar Domestik dan Global”. Acara yang berlangsung di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta ini dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika.
Putu menyampaikan bahwa sektor industri makanan dan minuman, termasuk kakao, memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional.
“Pada triwulan III tahun 2024, sektor ini menyumbang 40,17% terhadap PDB Industri Pengolahan Non-Migas dan tumbuh positif sebesar 5,82% secara tahunan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pertumbuhan investasi di sektor ini, yang mencapai Rp30,23 triliun pada triwulan III 2024. Namun, industri pengolahan kakao menghadapi tantangan serius akibat menurunnya ketersediaan biji kakao. Hal ini menyebabkan Indonesia turun dari posisi keempat ke peringkat ketujuh sebagai produsen kakao dunia.
Potensi dan Tantangan Industri Kakao
Meski menghadapi tantangan, Indonesia tetap menjadi eksportir produk kakao olahan terbesar keempat di dunia. Nilai ekspornya mencapai US$1,2 miliar pada 2023. Pertumbuhan industri cokelat artisan berbasis bean to bar juga menggembirakan, dari 15 industri pada 2023 menjadi 47 pada 2024.
“Kualitas biji kakao Indonesia sangat istimewa, dengan keragaman cita rasa yang khas dari berbagai daerah, seperti honey dari Jembrana, nutty dari Nusa Tenggara Timur, dan floral dari Sulawesi,” jelas Putu.
Namun, kenaikan harga kakao global akibat gagal panen di Ghana dan Pantai Gading menjadi tantangan besar. Harga biji kakao yang sebelumnya US$3.280 per ton melonjak hingga US$10.556 per ton pada akhir 2024.
Langkah Strategis
Untuk mengatasi tantangan ini, Kementerian Perindustrian menginisiasi pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) untuk mendukung pengembangan hulu-hilir kakao secara berkelanjutan. Selain itu, program pelatihan Cocoa Doctor di Mars Cocoa Academy telah menghasilkan 37 ahli yang melatih lebih dari 3.700 petani kakao.
“Upaya mencapai swasembada kakao terus dilakukan, termasuk pemanfaatan lahan perhutanan sosial untuk meningkatkan produksi bahan baku biji kakao,” ungkap Putu.
Ia juga mengapresiasi penyelenggaraan lokakarya ini. Ia menilai, kegiatan ini menandakan komitmen para pemangku kepentingan dalam memperkuat sinergi untuk masa depan industri kakao.
“Dengan sinergi yang kuat, saya optimis industri kakao dan cokelat Indonesia memiliki masa depan cerah dan menjanjikan,” ujarnya.
Lokakarya ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam memperkuat daya saing kakao Indonesia. Baik di pasar domestik maupun global.