February 6, 2025

GAPMMI Mengaku Tidak Dilibatkan di Perumusan Kebijakan Garam

  • January 15, 2025
  • 2 min read
GAPMMI Mengaku Tidak Dilibatkan di Perumusan Kebijakan Garam

Jakarta, Gatranews.id – Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman mengaku tidak dilibatkan salam perumusan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.

“Kita tidak dilibatkan, tiba-tiba keluar. Ini yang mengagetkan juga,” katanya di Jakarta, Rabu (15/1).

Padahal, industri aneka pangan merupakan salah satu pengguna garam yang cukup besar. Dalam satu tahun, industri ini membutuhkan garam sebagai bahan baku mencapai 600 ribu ton.

Adhi menyebut, di awal beleid ini disahkan, produsen garam lokal menyanggupi pemenuhan pasokan bagi industri. Sayangnya, di tengah perjalanan stok yang dimiliki produsen lokal tidak mencukupi. Bahkan, sebagiannya produk garam lokal tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan industri.

“Kita perlu membuat roadmap. Kalau kita tidak akan impor, 100% dari lokal, roadmap-nya seperti apa? Karena sekarang belum ada solusi,” ujarnya.

Baca juga: Garam Jadi Masalah Lagi, GAPMMI Minta Pemerintah Segera Cari Solusi

Ia mengatakan bahwa sentra-sentra garam yang dibuat pemerintah masih belum bisa mencukupi kebutuhan industri. Malahan, sentra-sentra garam itu memiliki kendala produksi hingga logistik yang cukup besar.

“Itu mungkin perlu dipetakan, pemerintah perlu juga membantu mencari solusinya. Sehingga kita berharap ada roadmap di tahun pertama, tahun kedua, tahun ketiga,” tegas Adhi.

Tidak Sesuai Kebutuhan Industri

Berdasarkan data GAPMMI, dari kebutuhan 600 ribu ton garam, hanya sekitar 270 ribu saja yang dapat terpenuhi. Sisanya, terkendala spesifikasi, maupun stok dari produsen.

“Pertama ada alasan kadar airnya tinggi. Kalau kadar airnya tinggi, kadar magnesiumnya tinggi, itu menyebabkan penggumpalan,” jelasnya.

Ia menambahkan, penggumpalan garam ini mengakibatkan blocking atau kemacetan pada mesin produksi. Di sisi lain, jika garam yang tidak sesuai spesifikasi tetap digunakan, akan terjadi penurunan kualitas produk. Misalnya, pada produk bumbu kering dalam kemasan yang akan mudah rusak atau reject.

“Kalau bumbu-bumbu kering menggumpal itu kan kita tidak bisa pakai, tidak bisa jual, dan mutunya akan turun juga,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, berdasarkan laporan beberapa anggota GAPMMI, terjadi kontaminasi pada beberapa produk garam lokal. Sehingga, produk-produk garam semacam itu tidak dapat digunakan.

“Dari produsen industri pangan juga sudah mengundang surveyor untuk melihat, menjelaskan bahwa ada kontaminasi bintik hitam dan lain sebagainya. Tentunya tidak diperbolehkan di dalam produk pangan,” jelas Adhi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *