Bawaslu Soroti Peran MK dalam Menjaga Keadilan Substansial Sengketa Pilkada

Jakarta, Gatranews.id – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Totok Haryono, menekankan pentingnya peran Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menjaga keadilan yang substansial dalam penyelesaian sengketa hasil Pilkada.
Menurutnya, MK tidak hanya berfokus pada ambang batas selisih suara, seperti yang diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Pilkada, tetapi juga mempertimbangkan dalil pelanggaran secara menyeluruh.
“Dalam perspektif MK, keadilan yang substansial lebih diutamakan. Ambang batas selisih suara yang diatur dalam Pasal 158 tidak lagi menjadi penghalang utama bagi pemohon. Hal ini menyebabkan jumlah gugatan Pilkada di MK melonjak, dengan lebih dari 300 perkara yang sudah diajukan,” ujar Totok dalam sebuah diskusi publik.
Ia menambahkan bahwa MK berupaya menghadirkan keadilan dengan mempertimbangkan dalil pelanggaran yang terjadi, termasuk pelanggaran yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).
Totok menyebutkan bahwa dalam Pilkada 2020, sekitar 53,9% dari gugatan yang dikabulkan oleh MK tidak serta-merta mengubah hasil akhir Pilkada, terutama di daerah seperti Nabire, Papua, di mana MK memutuskan untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Tantangan Sengketa dan Peran Bawaslu
Totok menyoroti tantangan yang dihadapi Bawaslu dalam memberikan keterangan di persidangan MK. Menurutnya, Bawaslu memiliki kewajiban menyampaikan hasil pengawasan di setiap tahapan Pilkada secara objektif dan transparan.
“Bawaslu akan memberikan keterangan yang bersifat terbuka dan apa adanya terkait hasil pengawasan di lapangan. Jika terdapat laporan pelanggaran atau temuan yang sudah ditangani, akan kami sampaikan. Jika tidak, maka MK yang akan menilai substansinya,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa jika terdapat upaya manipulasi dalam penyampaian keterangan oleh Bawaslu, pemohon dapat melaporkannya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Kasus Sulawesi Selatan dan Problematika Data Pemilih
Totok menyinggung contoh kasus sengketa dalam Pilkada Gubernur Sulawesi Selatan yang sedang ditangani MK. Dalam perkara tersebut, penggugat mengklaim adanya manipulasi data pemilih sebesar 1,2 juta suara yang dicoblos oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) secara sepihak.
Menghadapi dalil tersebut, Totok memastikan bahwa Bawaslu akan memberikan data pembanding yang relevan dengan hasil pengawasan di lapangan.
“Kami akan menyampaikan data sesuai hasil pengawasan, termasuk laporan pelanggaran yang sudah ditangani atau rekomendasi yang telah diberikan kepada KPU,” tegasnya.
Desain Kelembagaan dan Evaluasi Sistem Pilkada
Dalam kesempatan yang sama, Totok juga menyoroti perlunya evaluasi desain kelembagaan pemilu di Indonesia. Menurutnya, meskipun sistem yang ada saat ini sudah cukup baik dengan keberadaan KPU, Bawaslu, dan DKPP, evaluasi terhadap prosedur dan transparansi tetap diperlukan.
“MK sejauh ini sudah cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa hasil Pilkada. Namun, penting juga untuk menata ulang desain kelembagaan dan sistem pemilu agar semakin baik ke depannya,” tambah Totok.
Ia menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya mempercepat pelantikan kepala daerah terpilih agar sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dapat segera terwujud, mengingat potensi dampak penundaan terhadap stabilitas pemerintahan dan pelayanan publik.