Respons Pemberitaan Mardani H. Maming, Kuasa Hukum Laporkan Dua Media ke Dewan Pers

Jakarta, Gatranews.id – Merasa keberatan dengan pemberitaan yang dinilai tidak akurat terhadap kliennya, kuasa hukum Mardani H. Maming mengambil langkah tegas dengan melaporkan dua media online ke Dewan Pers.
Langkah ini ditempuh untuk meminta kedua media tersebut memberikan hak jawab kepada publik guna memperbaiki informasi yang dianggap kurang berimbang.
Kuasa hukum Andreas Dony Kurniawan mengungkapkan keberatan atas pengaitan nama Zarof Ricar dengan kliennya dalam pemberitaan tersebut.
Andreas menilai pemberitaan tersebut secara tidak langsung memberikan tekanan kepada majelis hakim agung yang sedang memeriksa Peninjauan Kembali (PK) Mardani H. Maming. Andreas pun menegaskan bahwa kliennya sama sekali tidak mengenal apalagi berhubungan dengan eks Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan (Kapusdiklat) Mahkamah Agung, Zarof Ricar.
“Kenyataannya pihak Mardani H. Maming secara berani, terbuka, dan transparan membiarkan dilakukan eksaminasi atas putusannya, dan dilakukan bedah buku di hadapan masyarakat luas yang dihadiri dan diberikan tanggapan dalam bentuk pendapat hukum maupun surat sahabat pengadilan (amicus curiae),” kata Andreas dalam surat hak jawab dan koreksinya.
Dalam hak jawab tersebut, Andreas juga melampirkan pendapat dari beberapa akademisi hukum terkemuka, seperti Todung Mulya Lubis, Romli Atmasasmita, Yos Johan Utama, dan Topo Santoso, yang memberikan pandangan mereka terkait perkara yang menjerat Mardani H. Maming.
Andreas menyatakan bahwa Mardani H. Maming sama sekali tidak memiliki keterkaitan, tidak pernah berhubungan, dan bahkan tidak mengenal Zarof Ricar. Ia menambahkan bahwa keberadaan Zarof Ricar yang diduga sebagai makelar kasus di pengadilan harus dilihat dalam konteks industri hukum.
Peran Zarof tidak hanya memungkinkan pengaruh dalam membebaskan atau meringankan hukuman, namun juga bisa digunakan untuk memperberat atau memaksakan hukuman atas seseorang, meski tidak terdapat cukup bukti untuk menjatuhkan pidana, sesuai dengan kepentingan pihak yang mempekerjakan makelar kasus tersebut.
Andreas juga menyebut bahwa menjadi rahasia umum bahwa makelar kasus seringkali bekerja dalam sistem hukum dengan cara apapun yang sesuai dengan kepentingan mereka.
Menurut Andreas, terseretnya kasus Mardani H. Maming hingga tingkat kasasi, yang dianggapnya sebagai bentuk peradilan sesat, menunjukkan bahwa kliennya justru menjadi korban atau kambing hitam dari makelar kasus seperti Zarof Ricar atau pihak sejenis yang memiliki pengaruh besar dalam merekayasa putusan hukum.
Doni juga menekankan bahwa hak jawab adalah mekanisme etik yang menjaga martabat dan kehormatan individu yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers. Apalagi, Pasal 5 ayat (2) dan (3) UU No. 40/1999 tentang Pers mewajibkan media untuk memfasilitasi hak jawab dan koreksi, dengan ancaman denda hingga Rp500 juta apabila diabaikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (2) undang-undang tersebut. Dengan demikian, hak jawab bukan hanya persoalan etik namun juga merupakan kewajiban hukum.
“Pemuatan hak jawab ini kami kirimkan untuk menaati Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers,” tukas Andreas.
Ia pun mengingatkan agar media tetap pada fungsinya sebagai kontrol sosial dan selalu mengedepankan kode etik jurnalistik, agar tidak merugikan pihak lain.