December 1, 2024

Pakar Hukum USU Angkat Suara Terkait Sengketa Merek KASO dan KasoMax

  • October 13, 2024
  • 3 min read
Pakar Hukum USU Angkat Suara Terkait Sengketa Merek KASO dan KasoMax

Jakarta, Gatranews.id – Sengketa merek antara dua perusahaan baja ringan kembali mencuat di Indonesia. Konflik ini melibatkan pemegang merek KASO dan KasoMax, yang keduanya terdaftar di kelas 6 untuk produk baja ringan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham.

Pemilik merek KasoMax menyampaikan kekecewaannya karena merasa dikriminalisasi meskipun memiliki hak atas mereknya. Hal ini diungkapkan dalam diskusi di kanal YouTube politisi Akbar Faisal yang berjudul “Kejamnya Industri Baja Ringan! Perusahaan Besar Matikan UMKM Kaso X KasoMax.”

Diskusi tersebut menghadirkan Teddy Anggoro dan Nugraha Bratakusumah (Egi). Dalam kesempatan itu, diungkapkan bahwa PT Tatalogam Lestari, pemilik merek KASO, telah mendaftarkan mereknya sejak 14 Januari 2010 dan beroperasi di pasar baja ringan di Indonesia. Sedangkan Tedi Hartono, pemilik merek KasoMax, baru mendaftarkan mereknya pada 7 Oktober 2021.

Meskipun kedua merek tersebut diakui secara hukum, pemilik merek KASO menggugat KasoMax ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, dengan alasan adanya kesamaan yang dapat menyesatkan konsumen. Pengadilan kemudian memutuskan untuk membatalkan pendaftaran merek KasoMax. Tidak puas dengan keputusan itu, pemilik KasoMax mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun ditolak.

Setelah putusan ini, PT Tatalogam Lestari melaporkan pemilik KasoMax ke Polda Bengkulu, karena produk KasoMax masih beredar di pasar. Meskipun sebagian kasus dihentikan, pemilik KasoMax sempat menjadi tersangka. Egi menilai, “Kasus ini menunjukkan adanya kekeliruan dalam penegakan hukum.”

Dalam diskusi yang sama, Teddy Anggoro menekankan pentingnya daya pembeda dalam pendaftaran merek. “Merek adalah identitas yang harus memiliki daya pembeda pada produk atau jasa tertentu. Proses pendaftaran seharusnya melalui pemeriksaan substantif untuk mencegah terdaftarnya merek deskriptif atau umum,” ujarnya.

Pakar hukum dari Universitas Sumatera Utara, Profesor Dr. OK Saidin SH., M. Hum, turut memberikan pandangannya. Dalam tulisannya, ia menyatakan bahwa DJKI mungkin telah melakukan kesalahan saat menerima pendaftaran merek KASO pada 2010 dan KasoMax pada 2021. Ia menyoroti bahwa pendaftaran merek harus berdasarkan daya pembeda dan itikad baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat 3 UU Merek dan Indikasi Geografis.

“Daya pembeda harus berdasarkan itikad baik,” kata OK Saidin. Ia juga menambahkan bahwa merek yang tidak memiliki daya pembeda tidak boleh didaftarkan. Misalnya, merek seperti ‘Kopi’ tidak dapat didaftarkan, tetapi ‘Kopi Kapal Api’ dapat.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa kata ‘Kaso’ tidak tercatat di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sehingga bukan merupakan kata umum. Dengan penambahan kata ‘MAX’, merek KasoMax seharusnya memiliki perbedaan. Namun, ia mempertanyakan keputusan untuk tidak memilih nama yang lebih orisinal, karena itikad baik merupakan syarat penting dalam pendaftaran merek.

Setelah gugatan Pengadilan Niaga, pemilik KasoMax mencoba mendaftarkan tiga merek baru, tetapi PT Tatalogam Lestari kembali mengajukan keberatan, yang akhirnya diterima DJKI. Pengadilan Niaga menetapkan bahwa PT Tatalogam Lestari adalah pihak yang berhak atas merek KASO. Mahkamah Agung juga menolak kasasi yang diajukan oleh pemilik KasoMax.

Tindakan pidana yang diambil oleh PT Tatalogam Lestari dianggap sesuai dengan UU Merek dan Hukum Acara Pidana, terutama karena produk KasoMax masih beredar di pasaran setelah keputusan pengadilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *