December 1, 2024

MenkopUKM: Komoditas Rempah Perlu Diolah, Bukan Diekspor dalam Bentuk Mentah

  • October 13, 2024
  • 3 min read
MenkopUKM: Komoditas Rempah Perlu Diolah, Bukan Diekspor dalam Bentuk Mentah

Bogor, Gatranews.id – Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki menegaskan bahwa hasil bumi seperti tambang, perkebunan, pertanian, dan komoditas kelautan, termasuk rempah-rempah, tidak boleh lagi diekspor dalam kondisi mentah. Komoditas-komoditas tersebut harus melalui proses hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi.

“Kita harus mengolah sumber daya yang kita miliki melalui hilirisasi. Sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dan menciptakan lapangan kerja,” ujar Teten di Bogor, Sabtu (12/10).

MenkopUKM Teten menekankan bahwa ekspor bahan mentah tidak menghasilkan nilai ekonomi yang optimal. Untuk menjadi negara maju, Indonesia harus mengembangkan industri yang mampu mengolah bahan baku lokal. Saat ini, pendapatan per kapita Indonesia masih di angka US$5.000, jauh dari target US$13.200 yang diperlukan untuk menjadi negara maju.

Pada tahun 1980-an, banyak industri manufaktur masuk ke Indonesia. Namun bahan baku yang diperlukan tidak tersedia secara lokal. Sehingga industri tersebut akhirnya menghilang.

Baca juga: Chandra Asri Group Hadirkan Edukasi Pengelolaan Sampah di Jakarta Running Festival 2024

“Kita tidak ingin mengulangi kesalahan itu. Indonesia perlu membangun industri berbasis sumber daya lokal, seperti nikel, bauksit, rumput laut, dan rempah-rempah,” kata Teten.

Khusus untuk rempah-rempah, Teten menyarankan agar komoditas tersebut diolah untuk masuk ke berbagai sektor. Seperti industri bumbu, farmasi, makanan-minuman, dan kecantikan.

“Semua pihak harus memiliki visi yang sama untuk mengarahkan pengembangan rempah ke proses hilirisasi,” tambahnya.

Menurut Teten, teknologi yang diperlukan untuk hilirisasi tidaklah rumit. Indonesia sudah memiliki pabrik kecil yang mampu mengolah sumber daya lokal menjadi produk setengah jadi atau produk jadi. Salah satu contohnya adalah minyak nilam dari Aceh, yang kini bisa diekspor langsung ke Paris sebagai bahan baku industri parfum dunia.

“Indonesia memasok 80% kebutuhan nilam untuk industri parfum global,” ujar MenkopUKM.

Teten juga menyoroti komoditas lain. Seperti cabai yang sudah diolah menjadi pasta dan cokelat yang telah memiliki pabrik pengolahan sendiri.

“Rempah-rempah Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan diolah menjadi bumbu. Tetapi saat ini masih kalah bersaing dengan produk dari Thailand dan Vietnam yang lebih dikenal di pasar internasional,” katanya.

Namun, Teten mengakui bahwa industri rempah di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Mulai dari fluktuasi harga, kurangnya infrastruktur pendukung, masalah akses pasar, dan kurangnya perhatian terhadap keberlanjutan lingkungan.

“Rantai suplai yang belum terintegrasi dengan baik membuat banyak petani rempah berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, dan produk kita belum mencapai potensi maksimal di pasar global,” ujar Teten.

Potensi Ekonomi Rempah Mencapai Rp3.000 Triliun

Asisten Deputi Pengembangan Kawasan dan Rantai Pasok Kementerian Koperasi dan UKM, Ali menyebutkan bahwa studi yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa potensi ekonomi rempah Indonesia bisa mencapai Rp3.000 triliun per tahun. Namun, potensi ini belum terkonsolidasi dengan baik. Ali juga menambahkan bahwa sebuah BUMN asal Tiongkok telah melakukan perdagangan rempah di Indonesia selama 35 tahun tanpa tercatat secara formal.

“Kita akan memetakan ekosistem bisnis rempah, dengan koperasi dan UMKM sebagai tulang punggungnya,” ujar Ali.

Dia menjelaskan bahwa strategi hilirisasi akan menghubungkan petani skala mikro dan kecil dengan industri skala menengah dan besar sebagai offtaker. Sehingga bisnis rempah dapat bertahan secara berkelanjutan.

Ali juga menambahkan bahwa akan diinisiasi pembentukan lembaga atau badan khusus untuk menangani industri rempah nasional, guna mengembalikan kejayaan rempah Nusantara.

Pasar Rempah Dunia Capai US$42 Miliar

Ketua Umum Dewan Rempah Kejayaan Indonesia (DRKI), Tjokorda Ngurah Agung Kusuma Yudha menyampaikan bahwa total nilai perdagangan rempah dunia mencapai US$42 miliar per tahun. Namun, sebagian besar perdagangan tersebut dikuasai oleh China.

“Padahal, Indonesia memiliki lebih banyak produk rempah, namun diperdagangkan melalui Yulin, China,” jelas Tjokorda.

Tjokorda berharap bahwa hilirisasi industri rempah di Indonesia dapat berjalan seperti yang telah terjadi di sektor pertambangan, agar Indonesia dapat memaksimalkan nilai tambah dari produk rempah di pasar internasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *