Putusan MK Soal Partai Non-Kursi Bisa Mencalonkan, Jadikan Suara Rakyat Lebih Dihargai
Jakarta, Gatranews.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali memperlihatkan peran strategisnya dalam memperkuat demokrasi dengan mengeluarkan putusan penting terkait uji materi Undang-Undang Pilkada. Permohonan ini diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, yang selama ini merasa terpinggirkan oleh aturan yang hanya mengizinkan partai dengan kursi di DPRD untuk mencalonkan kepala daerah.
Melalui putusannya, MK menegaskan bahwa partai politik atau gabungan partai peserta Pemilu kini berhak mengajukan calon kepala daerah, meskipun mereka tidak memiliki kursi di DPRD. Keputusan ini diharapkan dapat memperkuat representasi politik dan memastikan bahwa suara rakyat yang disalurkan melalui partai-partai tanpa kursi pun tetap dihargai dalam proses demokrasi.
“Kami menghargai putusan MK soal ini yang memberikan kesempatan pada partai yang tidak punya kursi (non seat) untuk mencalonkan,” kata Mahfuz Sidik, Sekretaris Jenderal Partai Gelora, dalam keterangannya pada Rabu, 21 Agustus 2024. Pernyataan ini mencerminkan optimisme baru bagi partai-partai yang selama ini merasa dibatasi oleh regulasi.
Mahfuz juga menjelaskan bahwa sebelum putusan ini, hanya partai politik yang memiliki kursi di DPRD yang diberi hak untuk mencalonkan kandidat dalam pilkada. “Sekarang yang tidak punya kursi juga dikasih kesempatan. Kami menyampaikan apresiasi putusan MK soal ini,” tambahnya.
Namun, tidak hanya berhenti di situ, MK juga mengambil langkah yang lebih jauh dengan mengabulkan sebagian permohonan pemohon dan menetapkan norma baru terkait persyaratan pendaftaran calon kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Keputusan ini, meski membawa angin segar bagi demokrasi, juga menimbulkan beberapa pertanyaan dan tantangan baru.
Menanggapi putusan tersebut, Partai Gelora sebagai salah satu pemohon menyampaikan lima sikap utama:
- Menerima Putusan MK: Partai Gelora sepenuhnya menerima keputusan MK yang menghapus ketentuan dalam Pasal 40 Ayat 3 UU Pilkada, yang sebelumnya membatasi pengusulan calon kepala daerah hanya bagi partai politik yang memiliki kursi di DPRD. Menurut Mahfuz, putusan ini merupakan kemenangan besar bagi partai-partai yang selama ini berjuang agar suaranya didengar dan diakui secara konstitusional.
- Mempertanyakan Penghapusan Ambang Batas: Meski menerima putusan tersebut, Partai Gelora juga mempertanyakan keputusan MK yang menghapus ketentuan mengenai ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah, yakni 20% kursi dan/atau 25% suara. MK menetapkan norma baru terkait syarat pencalonan berdasarkan jumlah penduduk dan persentase suara sah partai, yang ironisnya, tidak termasuk dalam permohonan uji materi yang diajukan.
- Menyoroti Tindakan Ultra Petita: Partai Gelora juga menyoroti bahwa MK telah melakukan tindakan ultra petita—memutuskan hal di luar permohonan yang diajukan—dengan mengatur objek perkara yang tidak diajukan oleh pemohon, khususnya terkait Pasal 40 Ayat 1 UU Pilkada. Sikap ini menunjukkan keprihatinan akan potensi adanya keputusan yang keluar dari konteks gugatan awal.
- Ketidakpastian Hukum Baru: Partai Gelora menilai bahwa pengaturan norma baru oleh MK terkait persyaratan pencalonan kepala daerah telah menimbulkan ketidakpastian hukum baru. Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas dan kejelasan dalam proses pilkada ke depan.
- Mendorong Legislasi Proaktif: Sebagai langkah konkret menyikapi putusan yang dinilai ultra petita dan menimbulkan ketidakpastian hukum ini, Partai Gelora mengusulkan agar DPR RI dan KPU RI segera mengambil langkah-langkah legislasi yang tepat. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa proses pilkada dapat berjalan dengan lebih teratur dan konstitusional.
Sebagai latar belakang, Partai Buruh dan Partai Gelora mengajukan uji materi terhadap Pasal 40 Ayat 1 UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.1 Tahun 2014 terkait Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Permohonan tersebut diajukan ke MK pada 20 Mei 2024, dengan Said Salahudin MH dan Imam Nasef SH, MK dkk sebagai kuasa hukum.
Permohonan ini diterima oleh Rifqi Setiadi, petugas pendaftaran perkara di MK, pada Selasa, 21 Mei 2024, pukul 13.53 WIB, dengan tanda terima bernomor NO.68-1/PUU/PAN.MK/AP3.