Surya Paloh Tersandra, Sebaiknya Tanggalkan Posisi Ketum NasDem
Jakarta, Gatranews.id — Partai NasDem akan mengadakan Kongres Ketiga pada 25-27 Agustus 2024 di Jakarta. Salah satu agenda utama dalam kongres ini adalah mendengarkan aspirasi dari 38 Pengurus Wilayah atau Provinsi terkait calon Ketua Umum Partai NasDem untuk lima tahun ke depan. Meskipun belum ada kepastian, hampir dapat dipastikan bahwa Surya Paloh akan kembali terpilih sebagai Ketua Umum Partai NasDem periode 2024-2029.
“Sejauh ini, tidak ada hambatan berarti yang muncul, baik dari internal maupun eksternal, yang bisa menghalangi terpilihnya kembali Surya Paloh. Hambatan untuk kembali menjadi Ketua Umum hanya akan datang dari dirinya sendiri, jika beliau memutuskan untuk tidak lagi bersedia,” ujar Kisman Latumakulita, Pendiri Partai NasDem.
Meski demikian, Kisman menyarankan agar Surya Paloh mempertimbangkan kembali keinginannya untuk menjabat sebagai Ketua Umum selama lima tahun mendatang, terutama mengingat usianya yang semakin bertambah. Selain itu, bargaining position politik Surya Paloh dinilai tidak lagi sekuat sembilan tahun terakhir.
“Posisi Surya Paloh saat ini bisa dianalogikan seperti sandera politik. Meski tampaknya bebas bergerak, beliau tetap harus mengikuti keinginan pihak-pihak yang menyandera. Jika melawan, ancaman dan tekanan bisa datang kapan saja. Situasi ini membuat Surya Paloh berada dalam posisi yang sulit, karena harus memenuhi tuntutan berbagai pihak,” tambah Kisman.
Sebagai Ketua Umum, Surya Paloh dianggap tidak lagi kebal terhadap berbagai tekanan dan ancaman yang dapat datang sewaktu-waktu. Akibatnya, Partai NasDem terlihat keluar dari jati dirinya sebagai partai yang mengusung tagline “Gerakan Restorasi”.
Kondisi ini semakin rumit karena Surya Paloh dinilai terkena “komorbid politik dan hukum” yang terus menghantui, membuat setiap langkahnya menjadi serba salah. Dampaknya, “Gerakan Restorasi” Partai NasDem seperti terperangkap di lorong-lorong gelap, dengan idealismenya mulai terkikis oleh pragmatisme politik.
Partai NasDem juga dinilai semakin terkesan hanya dimiliki oleh para pengurusnya di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Sementara itu, rakyat dan simpatisan “Gerakan Restorasi” yang seharusnya menjadi pemegang saham utama partai, tampak dibiarkan berjalan sendiri dalam menjaga tujuan bernegara yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945.
Pragmatisme politik, materialisme, perkoncoan, dan puja-puji semakin berkembang subur di markas besar Partai NasDem di kawasan Gondangdia, Jakarta. Hal ini menimbulkan pertanyaan kapan “Gerakan Restorasi” bisa kembali ke cita-cita awalnya.
Kisman juga menyarankan agar Surya Paloh belajar dari ketokohan dan kematangan politik Airlangga Hartarto, mantan Ketua Umum Partai Golkar, yang rela mundur demi menjaga marwah dan martabat partainya. Jika Surya Paloh memutuskan untuk pensiun, hal itu akan menjadi keputusan yang hebat dan mengagungkan.
“Partai NasDem memiliki banyak kader hebat yang dapat melanjutkan kepemimpinan Surya Paloh, seperti Prananda Paloh, Victor Laiskodat, Rahmat Gobel, Sugeng Suparwoto, Ahmad Ali, Wally Aditya, dan Ahmad Sahroni. Langkah ini bisa menjadi solusi untuk menjaga keberlangsungan ‘Gerakan Restorasi’ yang diusung Partai NasDem,” pungkas Kisman.