December 1, 2024

Putusan MK Terkait Pilkada Tidak Menggigit Pada Implemtasinya

  • August 21, 2024
  • 2 min read
Putusan MK Terkait Pilkada Tidak Menggigit Pada Implemtasinya

Jakarta, Gatranews.id – Koordinator Team Hukum Merah Putih, C. Suhadi, SH MH mengatakan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 membawa perubahan signifikan dalam sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada), yang memicu beragam reaksi dari berbagai pihak. Perubahan ini mencakup penyesuaian ambang batas perolehan kursi untuk partai politik (parpol) dalam Pilkada, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Dalam putusannya, MK mengubah ketentuan dalam Pasal 40 Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Perubahan ini menetapkan ambang batas perolehan kursi berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) daripada jumlah kursi di DPRD. Ambang batas yang semula ditetapkan minimal 20% perolehan kursi, kini diubah menjadi 7.5% jika DPT di suatu provinsi mencapai 2 juta pemilih. Ketentuan serupa berlaku untuk pilkada di tingkat kabupaten/kota.

“Dengan perubahan ini, partai atau gabungan parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD, asalkan memenuhi syarat ambang batas berdasarkan DPT, dapat mengajukan calon untuk posisi gubernur, bupati, atau wali kota. Ini merupakan langkah positif yang menghilangkan ketergantungan pada jumlah kursi sebagai ukuran.” ujar C. Suhadi kepada Gatranews.id pada Rabu (21/8).

Meskipun putusan MK sudah sah menurut hukum dan berpedoman pada Pasal 10 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding), implementasinya belum sepenuhnya dilaksanakan. Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada 21 Agustus 2024 hanya menyetujui putusan MK untuk parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD, sementara ketentuan untuk parpol yang memiliki kursi tetap menggunakan ambang batas lama yaitu 20% suara di DPRD.

“Jika langkah ini disetujui dalam sidang paripurna DPR, maka PDI Perjuangan (PDI-P), yang merupakan partai dengan kursi di DPRD, akan tetap menghadapi kendala dalam mengajukan calon di Jakarta dan daerah lain. Ini disebabkan karena PDI-P tidak memenuhi kriteria sebagai partai non-parlemen.” jelas C. Suhadi.

Mengacu pada beberapa referensi hukum, Pasal 40 ayat 3 dari UU Pilkada dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum, sementara Pasal 40 ayat 1 dan 2 tetap berlaku.

Menurut C Suhadi langkah Baleg untuk menerapkan sebagian isi putusan MK dianggap sah, namun tantangannya adalah bagaimana menerapkan putusan MK secara menyeluruh dan adil serta menyosialisasikan perubahan ini kepada seluruh pihak terkait, termasuk DPR, Presiden, dan KPU, agar tidak ada penyimpangan dalam pelaksanaannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *