Bahlil: Perpanjangan IUPK Freeport Hampir Rampung
Jakarta, Gatranews.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan perkembangan terbaru mengenai proses negosiasi perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI).
Ia mengungkapkan bahwa proses ini hampir mendekati penyelesaian, meskipun masih terdapat beberapa hambatan yang perlu diatasi, terutama dari pihak Freeport yang masih lambat dalam memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
“IUPK PT Freeport sekarang sudah hampir selesai, tapi Freeportnya yang agak lambat,” ujar Bahlil dalam keterangannya usai menghadiri acara Serah Terima Jabatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Kabinet Indonesia Maju Sisa Masa Jabatan Periode 2019-2024 di Jakarta, Senin (19/8).
Lebih lanjut, Bahlil menggarisbawahi bahwa kelambatan tersebut bukan berasal dari pihak pemerintah, melainkan dari Freeport yang belum sepenuhnya memenuhi sejumlah persyaratan yang diperlukan untuk memperpanjang IUPK. Proses negosiasi antara Freeport dan BUMN juga masih berlangsung dan belum mencapai kesepakatan akhir.
“Lambat dalam menyiapkan berbagai syarat yang menjadi negosiasi, termasuk negosiasi dengan BUMN belum selesai,” tambah Bahlil, menekankan pentingnya penyelesaian yang cepat agar proses perpanjangan ini dapat segera tuntas.
Sebagai mantan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil dengan tegas menyatakan bahwa perpanjangan IUPK ini merupakan prioritas yang harus diselesaikan sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, perhatian publik tidak hanya harus tertuju pada kinerja pemerintah dalam proses ini, namun juga pada pihak Freeport yang dinilai masih lambat dalam merespons berbagai persyaratan yang diperlukan.
“Jadi jangan tanya pemerintah terus, tanya Freeport juga,” tegas Bahlil.
Pada kesempatan sebelumnya, saat masih menjabat sebagai Menteri Investasi, Bahlil telah memastikan bahwa perpanjangan IUPK PT Freeport Indonesia akan diterbitkan sebelum masa jabatan Presiden Joko Widodo berakhir. Perpanjangan ini sangat penting mengingat masa berlaku IUPK Freeport yang akan berakhir pada tahun 2041, yang mana jika tidak diperpanjang, akan menimbulkan kekosongan dalam pengelolaan tambang besar tersebut.
“Karena 2041 (IUPK Freeport) selesai, kalau tidak (diperpanjang) siapa yang mengelolanya? Nah dalam perpanjangannya nanti, akan kita urus sebelum pemerintahan selesai,” jelas Bahlil saat memberikan Kuliah Umum di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang disiarkan secara daring dari Jakarta pada Kamis (11/7).
Sejak tahun 2018, Indonesia melalui MIND ID telah menguasai 51 persen saham PT Freeport Indonesia, di mana 10 persen dari saham tersebut dipegang oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Papua dan sisanya sebesar 41 persen dikelola oleh pemerintah pusat. Bahlil menambahkan bahwa dengan perpanjangan IUPK ini, Indonesia akan memperoleh tambahan 10 persen saham lagi, sehingga total kepemilikan Indonesia di Freeport akan meningkat menjadi 61 persen.
Bahlil juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah mencapai titik impas atau break-even dari pembelian saham sebesar 51 persen yang dilakukan pada tahun 2018. Ini berarti investasi besar yang dilakukan pemerintah Indonesia telah mulai memberikan hasil yang positif.
“Insya Allah, pada 2024, laporan dari Freeport, itu uang yang kita pakai untuk membeli itu, sekarang sudah kembali modal. Jadi kita sudah untung,” jelasnya.
Selain fokus pada perpanjangan IUPK dan kepemilikan saham, Bahlil juga menyoroti pentingnya hilirisasi hasil tambang yang dihasilkan oleh Freeport. Menurutnya, pembangunan smelter tembaga oleh PT Freeport Indonesia di Manyar, Gresik, Jawa Timur, merupakan langkah strategis untuk memaksimalkan nilai tambah bagi Indonesia.
“Pada 2021, kami paksakan segera bangun smelter. Dan nilainya sekarang 3 miliar dolar AS, dibangun di Gresik (Jawa Timur),” ungkap Bahlil, menegaskan komitmen pemerintah dalam mendukung pembangunan industri hilir yang akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai smelter tersebut. Ia mengungkapkan bahwa smelter yang sedang dibangun ini dirancang untuk memurnikan 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun.
Jika digabungkan dengan smelter yang dioperasikan oleh PT Smelting, total kapasitas pemurnian akan mencapai 3 juta ton per tahun. Dari smelter ini, diperkirakan akan dihasilkan sekitar 1 juta ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak setiap tahunnya.