Hari Prematur Sedunia 2024: Meningkatkan Kesadaran untuk Kualitas Hidup Bayi Prematur
Jakarta, Gatranews.id – AstraZeneca Indonesia bersama Yayasan Premature Indonesia menyelenggarakan program edukasi bertema Menjaga Kualitas Hidup Bayi Prematur: Kini dan Nanti.
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tantangan yang dihadapi bayi prematur sekaligus pentingnya perawatan optimal demi kualitas hidup mereka.
Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu. Karena perkembangan organ tubuhnya belum sempurna, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk infeksi bakteri, virus, dan kuman.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa pada tahun 2020 terdapat 13,4 juta bayi lahir prematur secara global, setara dengan 1 dari 10 kelahiran. Pada 2019, komplikasi akibat kelahiran prematur menyebabkan sekitar 900.000 kematian anak. Sementara di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat prevalensi kelahiran prematur sebesar 29,5 per 1.000 kelahiran hidup, dengan sekitar 657.700 kasus setiap tahun, menjadikan Indonesia peringkat kelima tertinggi di dunia.
Pentingnya Edukasi dan Perawatan Bayi Prematur
Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, Esra Erkomay, menyampaikan bahwa sebagai perusahaan yang peduli terhadap kesehatan masyarakat, pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya perawatan bayi prematur dan pencegahan infeksi RSV. “Langkah ini diharapkan dapat mendukung peningkatan kualitas hidup bayi prematur di masa depan,” jelasnya, Selasa (3/12).
Infeksi RSV (Respiratory Syncytial Virus) menjadi salah satu ancaman utama bagi bayi prematur. Virus ini dapat menyebabkan bronkiolitis dan pneumonia, penyakit serius pada bayi, terutama yang lahir sebelum usia kehamilan 29 minggu.
Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, SpA(K), Konsultan Neonatologi, menegaskan bahwa bayi prematur membutuhkan perawatan khusus untuk mengurangi risiko komplikasi. “Pendekatan multidisiplin yang melibatkan orang tua dan tim medis sangat penting dalam menangani risiko infeksi pada bayi prematur,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bahwa RSV sering menjadi penyebab utama Lower Respiratory Tract Infection (LRTI) pada bayi, seperti pneumonia dan bronkiolitis.
Studi Epidemiologi dan Risiko Bayi Prematur
Hasil studi multicenter pada 2022 menunjukkan RSV sebagai salah satu dari lima patogen utama penyebab pneumonia di Indonesia, dengan prevalensi mencapai 27,1% pada anak di bawah usia lima tahun. Bayi prematur memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi untuk dirawat di rumah sakit akibat RSV dibandingkan bayi lain, serta cenderung membutuhkan perawatan intensif, ventilasi mekanik, hingga terapi cairan infus.
Kurangnya antibodi IgG yang ditransfer dari ibu ke janin selama kehamilan juga berkontribusi pada rendahnya imunitas bayi prematur. IgG adalah antibodi yang penting untuk melawan infeksi bakteri dan virus.
Selain itu, infeksi RSV dapat mengganggu transfer oksigen, memperburuk kondisi bayi dengan bronkopulmoner displasia (BPD) atau penyakit jantung bawaan.
Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
Prof. Rinawati menyoroti minimnya kesadaran masyarakat tentang bahaya RSV dan infeksi yang menyertainya, terutama di kalangan orang tua dengan anak berisiko tinggi.
Momentum Hari Prematur Sedunia diharapkan menjadi pengingat bagi semua pihak, termasuk tenaga kesehatan, untuk terus mendukung kesehatan dan kualitas hidup bayi prematur.
“Perhatian pada pertumbuhan, perkembangan, dan perlindungan dari infeksi sangat penting agar bayi prematur dapat tumbuh sehat dan bersaing dengan anak-anak lainnya di masa depan,” tutup Prof. Rinawati.