Pertama di Indonesia! Majelis Masyayikh Susun Dokumen Standar Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren

Tangerang Selatan, Gatranews.id – Pesantren di seluruh Indonesia akan segera memiliki Dokumen Standar Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren yang saat ini sedang disusun oleh Majelis Masyayikh. Dokumen ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan pengakuan terhadap pendidikan nonformal di pesantren.
Pada 20-23 Agustus 2024, Majelis Masyayikh menggelar uji publik dokumen ini di Tangerang Selatan. Acara ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat seperti RMI PBNU, LP2M PP Muhammadiyah, pengasuh pondok pesantren, akademisi, asosiasi pendidikan pesantren, BAN PDM, serta perwakilan pemerintah dari Kemenag RI dan Kemendikbudristek RI. Tujuannya adalah mematangkan rancangan dokumen sebelum diterapkan secara luas.
Ketua Majelis Masyayikh, K.H. Abdul Ghaffar Rozin atau Gus Rozin menegaskan pentingnya dokumen ini sebagai landasan bagi pendidikan nonformal di pesantren. Menurutnya, penyusunan dokumen ini melibatkan kunjungan ke berbagai pesantren untuk mempelajari praktik terbaik yang ada.
“Penulis dan reviewer telah melakukan upaya maksimal, termasuk berkunjung ke berbagai pesantren untuk melihat praktik terbaik dan merumuskannya dengan baik. Dokumen yang ada merupakan hasil kerja keras seluruh tim yang terlibat,” ujar Gus Rozin.
Dokumen ini tidak hanya mencakup standar administratif, tetapi juga bertujuan memberikan keadilan dan kesetaraan hak kepada para santri. Gus Rozin menekankan bahwa Undang-Undang Pesantren mengamanatkan agar pendidikan nonformal, seperti pondok salaf, mendapatkan perlakuan yang adil dan setara dengan pendidikan formal.
Baca juga: Majelis Masyayikh Gelar Uji Publik Regulasi Rekognisi Pendidik Pesantren
“UU Pesantren menegaskan bahwa pendidikan nonformal pesantren berhak mendapatkan perlakuan yang setara dengan pendidikan formal. Meski santri hanya ngaji di pondok, negara wajib mengakui mereka dan memenuhi hak-hak sipilnya,” jelasnya.
Gus Rozin juga menekankan bahwa aturan dalam dokumen ini harus memberdayakan, bukan membebani pesantren. “Aturan yang dibentuk harus bersifat memberdayakan, bukan memaksa. Setiap pesantren memiliki keunikan tersendiri dan perlu diperlakukan sesuai dengan kebutuhannya,” tambahnya.
KH. Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur), anggota Majelis Masyayikh sekaligus penanggung jawab divisi kurikulum dan pembelajaran, menegaskan pentingnya uji publik ini. Menurutnya, dokumen ini merupakan satu-satunya rancangan rekognisi pendidikan nonformal pesantren.
“Uji publik ini sangat penting karena dokumen ini adalah yang pertama dan satu-satunya. Jika disahkan, dokumen ini akan menjadi satu-satunya regulasi tentang pendidikan nonformal,” katanya.
Dokumen ini diharapkan menjadi catatan sejarah penting bagi pesantren dan bentuk pengakuan negara atas dedikasi pesantren selama ini. Jika disetujui, dokumen ini akan memberikan penghargaan yang layak kepada para santri dan pendidik pesantren, serta membuka peluang yang lebih luas bagi mereka di dunia kerja dan pendidikan lanjutan.
Uji publik ini diharapkan menghasilkan dokumen yang tidak hanya memenuhi kebutuhan administratif, tetapi juga mengakomodir berbagai pandangan dan kebutuhan pesantren di seluruh Indonesia. Dengan adanya dokumen standar mutu ini, pesantren diharapkan dapat terus berkembang dan diakui setara dengan lembaga pendidikan formal lainnya di Indonesia.